Debat
Sertifikasi Ulama Antara Pro Dan Kontra
Debat merupakan kegiatan adu argumentasi antara
pihak yang setuju dan yang tidak setuju dalam mendiskusikan dan memutuskan
masalah dan perbedaan. Demikian pula perdebatan tentang sertifikasi ulama. Penulis menyajikan masalah tentang
sertifikasi ulama yang pernah diikuti. Berikut tulisan tentang debat
sertifikasi ulama, selamat menyimak!
Sertifikasi ulama itu sangat perlu,
karena begitu kita menyaksikan kondisi sekarang, terlebih dari keberagamaan di
negeri ini, banyak orang melabeli dirinya sebagai ulama. Anehnya, meraka tidak
canggung mengaku sebagai ulama, padahal ilmu dan perilakunya masih jauh dari
kata sempurna. Begitu murahnya lebel ulama diperjual belikan, bahkan orang
bodoh saja bisa jadi ulama di negeri ini asal dia pintar bicara.
Di negara kita yang penduduknya
mayoritas muslim, memang belum jelas betul siapa yang boleh dan layak diberi
predikat ulama. Orang yang pandai bicara dan menghapal sejumlah ayat sudah bisa
tampil sebagai ulama. Mereka mengajarkan Islam dengan pengetahuan keislaman
yang dangkal atau bahkan dengan pemahaman yang salah kepada masyarakat luas.
Selama ini semua orang dengan kualifikasi demikian bisa diberi predikat ulama. Di
negara kita belum ada ketentuan perundangan tentang ulama, termasuk belum
adanya lembaga sertifikasi ulama.
Apabila para ulama tidak di berikan
sertifikasi akan banyak orang yang mengaku-ngaku sebagai ulama. Akibatnya
mereka akan memberikan ajaran yang hanya memihak pada salah satu Al-Qur'an atau
hadist. Dengan adanya sertifikasi ulama ini kita dapat membedakan mana ulama
yang memiliki pendidikan yang jelas dan mana ulama dadakan. Para pendakwah atau
ulama harus tahu semua hal tentang agama.
Lalu apakah seseorang yang menjadi khatib
tetap di sebuah masjid kampung sudah dapat disebut ulama juga. Membaca bacaan
arab saja masih belepotan, dan materi khobahnya selalu hanya mengenai shalat.
Ada banyak ulama yang menghafal ayat ataupun hadist, namun, belum cukup untuk
dikatakan ulama disebabkan ayat ataupun hadistnya tersebut belum dimengerti
secara rinci dalam artian belum dapat dikaji, maka dari itu diperlukan
sertifikasi ulama untuk dapat membedakan mana ulama yang benar-benar ulama dan
yang hanya mengaku-ngaku sebagai ulama.
Walaupun demikian sertifikasi ulama merugikan
karena dengan adanya sertifikasi ulama sama saja dengan tidak mempercayai
ulama. Apabila para ulama di idonesia desertifikasi tentunya akan membatasi
para ulama untuk menyampaikan dakwahnya di kalangan masyarakat karena hanya
ulama yang diberisertifikasilah yang dapat menyampaikan dakwahnya bahkan hal
yang disampaikan itu terbatas.
Adanya sertifikasi Ulama sama saja
menjauhkan para ulama dari sifat ulama yang sebenarnya. Bayangkan apabila
terjadi sertifikasi ulama yang melegilitas ulama, sehingga banyak orang yang
miliki sertifikat ulama, namun jauh dari kata pantas untuk menyandang kata
ulama. Sehingga kekhawatiran anda semakin membesar dan melebar.
Sertifikasi ulama dinilai membatasi
ruang gerak khatib/ulama. Niat pemerintah untuk mengatur khatib/ulama memang
baik, tapi dengan label sertifikasi dikhawatirkan bisa saja seorang khatib
tidak bisa hadir. Jika yang disertifikasi itu kualitas pendakwahannya sangat
baik saya sangat setuju, tapi kalau yang disertifikasi itu vokal dan tidaknya
seorang khatib, jelas saya sangat tidak setuju, masyarakat sekarang sudah pada
pintar dan bisa menilai sendiri mana yang baik dan kurang baik.
Bayangkan,
jika para ulama harus disertifikasi, kemudian sertifikasi ini menjadi legalitas
mereka untuk menyampaikan ilmu, maka ini sama akan membunuh karakter mereka
sebagai ulama yang seharusnya tawadhu’, tidak boleh ujub, karena keulamaannya.
Kita harus tau bahwa ulama itu berilmu jadi dia tau apa yang harus dilakukan
sebagai ulama. Mereka tau apa yang harus dilakukan sebagai ulama.Mereka akan
melakukan kewajibannya sebagai ulama karena mereka mengerti ilmu agama"
sehingga tidak perlu ada sertifkasi ulama karena ulama telah mengetahui
kewajibannya yang harus dijalankan.
Jadi, sebagai kesimpulan sertifikasi
bagi ulama dan mubalig yang hendak memberikan ceramah itu, sejauh ini memang
baru sebatas wacana. Namun, melihat keseriusan kementrian agama yang terus
melakukan pembahasan, bisa jadi wacana itu bakal benar-benar direalisasi.
Selain telah disampaikan dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI, Menteri
Agama Lukman Hakim Saifuddin sudah pula melakukan roadshow ke ormas-ormas Islam
dan perguruan tinggi guna mencari berbagai masukan.
Salah satu pertimbangan yang
dijadikan alasan program sertifikasi ulama itu adalah kondisi bangsa yang kata
menteri agama sedang diuji, dan arahnya pada disintegrasi bangsa. Oleh karena
itu, diperlukan adanya semacam kontrol supaya ceramah-ceramah yang disampaikan
haruslah mengampanyekan moderasi agama.Dalam artian, menunjukkan nilai-nilai
agama Islam yang menyatukan. Bukan sebaliknya, yang justru malah memecah belah
umat.
Gagasan sertifikasi bagi para
penceramah agama ataupun dai yang akan dilakukan itu, tak lebih dari sekadar
bentuk pengekangan terhadap penceramah untuk menyampaikan dakwahnya. Hal itu,
juga sama dengan bentuk pengekangan syiar agama yang dilakukan para ulama,
penceramah, ataupun dai. Padahal, berdakwah adalah menyerukan kebaikan dan
mencegah kemungkaran.
Demikianlah debat yang saya tulis semoga
bermanfaat dan menambah wawasan tentang sertifikasi ulama. Dan penulis mohon
maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan kata dan kalimat yang tidak jelas,
dan lugas mohon jangan dimasukkan ke dalam hati. Dan saya juga sangat
mengharapkan yang membaca debat ini akan bertambah pengetahuannya mengenai
sertfikasi ulama, karena saya membuat debat ini mempunyai arti penting yang
sanagt mendalam. Sekian penutup dari saya semoga berkenan di hati dan saya
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Komentar
Posting Komentar