A.    Identitas buku
            Judul Novel                        : Negeri 5 Menara
            Pengarang                          : Ahmad Fuadi
            Penerbit                              : Gramedia Pustaka Utama
            Tahun Terbit                       : Agustus 2009
            Jumlah Halaman                 : 424 hal

B.     Ringkasan Novel
  - - Negeri Lima Menara - -
  Karya : Ahmad Fuadi

Alif Fikri, remaja yang berasal dari Desa Bayur, Maninjau merupakan anak yang pintar dan membuat bangga orang tuanya akan keberhasilannya lulus dengan nilai terbaik di sekolahnya. Pada saat itu Alif sedang menuntut ilmu di sebuah sekolah agama di Maninjau. Di sekolah tersebut ia mempunyai seorang teman yang selalu menjadi saingannya dalam merebut prestasi di sekolah , yakni Randai. Mereka berdua bersahabat dengan cita–cita yang sama, yaitu kelak selepas dari sekolah agama, mereka akan melanjutkan ke jenjang SMA yang berada di Bukittinggi. Tapi nasib berkata lain, orang tua Alif mempunyai keinginan untuk melanjutkan sekolah anaknya tetap di sekolah agama. Pupus sudah harapan Alif untuk bersekolah di SMA yang ia impikan selama ini sedangkan Randai akan melanjutkan ke SMA Bukittinggi untuk meraih cita–citanya, yakni setamat SMA ia akan melanjutkan ke ITB . Pak etek Gindo menganjurkan Alif untuk bersekolah di Pondok Pesantren Madani di Pulau Jawa, karena temannya banyak yang berhasil setamat dari pondok tersebut dengan ilmu agama yang tinggi. Akhirnya Alif meninggalkan Sumatera menuju Pondok Madani bersama ayahnya. Itu adalah hal pertama kalinya bagi Alif untuk memijakkan kakinya di luar Pulau Sumatera.

Di hari pertama Alif di Pondok Madani, Alif bertemu dengan banyak teman yang berasal dari berbagai penjuru di Indonesia yang akan menjadi sahabat Alif di Pondok tersebut, seperti Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenenp, Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa di Sulawesi. Mereka menyebut diri mereka sebagai Sahibul Menara, karena di bawah menara Masjid sambil menunggu azan Magrib, mereka sering memandang awan–awan di langit dan membayangkan bentuk awan-awan tersebut seperti benua-benua yang mereka impikan masing–masing. Meskipun hari pertama Alif di PM diawali dengan jeweran telinga dari Tyson karena terlambat, tetapi Alif akhirnya tahu bahwa displin itu sangat penting. Sebagai hukuman, ia dan temannya diangkat menjadi jasus, yang mana harus mencari orang yang melanggar qanun, masing-masing dua pelanggaran dalam waktu 24 jam.

Alif merasakan bahwa PM adalah suatu sekolah yang luar biasa dengan tingkat disiplin yang tinggi, selain itu di PM terdapat guru-guru yang sangat luar biasa yang dapat membuka cakrawala muridnya, seperti Ustad Salman dengan kata-kata mutiara dari cuplikan kehidupan tokoh-tokoh di dunia, serta pelajaran Bahasa Arab. Ustad Surur dengan sejarah dunianya, Ustad Faris dengan pelajaran Al-Quran dan Hadis, Ustad Jamil dengan kaligrafinya, Ustad Badil dan Ustad Karim yang pernah menuntut ilmu di London dengan Bahasa Inggrisnya yang membuat para santri PM menjadi takjub, serta masih banyak lagi guru-guru yang lain.

Hari Jumat adalah hari yang spesial bagi siswa di PM. Pada suatu Jumat Said mengajak Sahibul Menara ke Ponorogo. Dengan alasan yang bagus, akhirnya mereka bisa menembus gerbang PM. Sahibul Menara di traktir Said berkeliling-keliling di Ponorogo dan mereka kembali ke PM pada sore hari meski dalam kondisi kehujanan.

Bahasa Arab dan Bahasa Inggris adalah bahasa yang resmi di PM, santri-santri baru seperti Sahibul Menara harus bisa menguasai kedua bahasa tersebut dengan segera. Mereka selalu dibombardir dengan kosakata baru setiap selesai Subuh. Itu adalah salah satu metode PM guna untuk membuat para santri menjadi fasih dalam Bahasa Inggris. Ternyata metode tersebut sangat berhasil. Pada suatu pagi, tiba-tiba Alif secara spontan langsung berbiccara bahasa asing dan sangat fasih. Man Jadda Wajadda. Suara Kiai Rais sebagai pimpinan PM selalu menyemangati para santri agar memasang niat kuat, berusaha keras dan berdoa khusyuk, kelak lambat laun apa yang diperjuangkan akan berhasil.

Pada suatu hari, Alif sangat rindu pada keluarganya di kampung, terutama pada Amak. Ia bernostalgia dengan membayangkan ketika amaknya menjadi gurunya di SD. Amak adalah sosok yang keras hati dan sangat jujur. Ia pun mengirimg surat pada amaknya bahwa PM benar-benar adalah sekolah yang luar biasa.

Di Pondok Madani, terdapat wadah atau media bagi para santri untuk menyalurkan bakatnya. Seperti pada saat Muhadarah, yang mana Alif pernah berpidato dengan semangat yang menggebu di depan ribuan santri dan para ustad. Ia berpidato dengan gaya Bung Karno, orator terbaik Indonesia. Selain itu, terdapat kegiatan luar kelas seperti Jurnalistik, dimana Alif menjadi wartawan majalah kampus, teater, Tahfiz Quran, English Club, sampai olahraga seperti silat dan sepak bola yang disenangi oleh Said bahkan Kiai Rais dan para ustad lainnya. Said dengan tim Al-BARQ adalah juara baru dalam pertandingan Bola di PM setelah mengalahkan Al Manar yang ada Tyson di dalamnya, meski Alif mengalami cidera.

Informasi sangatlah penting bagi para Santri di PM, baik lokal maupun dari mancanegara. Alif yang pernah menghubungi VOA dan mendapatkan buku percakapan Indonesia-American English sangat merasa senang, begitu juga yang lain. Meskipun tidak ada TV, murid PM masih dapat menerima informasi melalui media cetak, kecuali pada suatu waktu saat pertandingan badminton yang mana Indonesia ikut berlaga di dalamnya. Suara riuh memenuhi ruangan saat itu.

Ketika musim ujian datang, seluruh santri PM menyambutnya seperti sebuah festival akbar. Siswa PM sangat gigih pada saat tersebut hingga ujian selesai. Rapor dibagikan dan liburan dimulai. Baso dan Alif diajak ke rumah Atang di Bnadung setelah itu ke rumah said di Surabaya hingga libur usai.

Kesenangan saat liburan masih berbekas di pikiran Alif hingga hari pertama sekolah sambil berbagi cerita dengan teman-teman yang lainnya. Di awal sekolah, para santri dikejutan dengan kepulangan Usta Khlaid dari Mesir dengan keluarganya. Beliau mempunyai seorang putri yakni Sarah. Secara diam-diam para santri bersaing untuk berkenalan dan berfoto bersamanya dan Alif adalah orang yang paling beruntung. Tidak cuma itu, Alif juga mendapat kiriman Rendang Kapau dan wessel dari orangtuanya.

Tidak terasa kini sahibul menara telah naik kelas enam, kelas paling tinggi di Pondok Madani. Karena telah berada di kelas yang paling senior maka mereka memiliki hak untuk memegang beberapa jabatan, seperti  said di angkat menjadi  ketua di lembaga sensor,  jabatan yang ia inginkan selama di PM menggantikan Tyson. Raja di ankgat menjadi anggota the three muskeeters adalah tiga orang penggerak bahasa pusat. Atang di angkat menjadi bagian penerima tamu. Dulmajid di angkat menjadi salah seorang redaktur majalah kampus yakni Majalah Syam, Alif menjadi bagian dari anggota majalah Syam, sedangkan Baso makin mantap dengan Bahas Inggrisnya dan Matematika.

 Suatu hari Alif dipanggil oleh KP, ia merasa cemas tetapi Ustad Torik memberi tahu Alif di daulat menjadi student skeake jumat depan, ketika ada tamu dari kedutaan besar Inggris. Hal ini membuat alif susah tidur memikirkan pidatonya tetapi dia berhasil. Kemudian Ia mengirimkan fotonya bersama Kiai Rais dan Duta Besar ke orang tuanya dan kepada Randai.

Keluarga majalah syam membuat Koran harian ketika perayaan milad PM, karana saat itu acara sangat meriah dan tokoh-tokoh penting di undang, sampai presiden pun di undang. Hari pertama kurang berhasil tapi hari berikutnya berhasil sampai liputan kilas 70 madani diserahkan kepada presiden. Baso menceritakan rahasianya kenapa dia habis-habisan menghapal Al-Quran, dia ingin memberikan junah istimewa di hadapan Allah kelak untuk orang tuanya yang sudah meninggal dan sekarang dia ingin merawat neneknya yang hidup sebatang kara di kampung,setelah bercerita akhirnya Baso mengambil keputusan untuk pulang ke kampungnya untuk menjaga neneknya dan disana dia bisa mengajar di sekolah sebagai guru Bahasa Arab dan dia bisa belajar menghapal Al-Quran ke tuanku Haji Guru Muklas Lamaming tokoh agama di Gowa.

Selama persiapan ujian akhir semua siswa kelas enam berada di kamp konsentrasi tepatnya di aula, selama satu bula siswa –siswa ini menempati aula sebagai tempat tinggal, kelas, dan tempat berdiskusi, karena guru-guru siap melayani jika ada pertanyaan. Hari ujian pun tiba , semua menyiapkan diri dengan sebaiknya hingga 2 minggu lamanya. Hasil ujian diumumkan di aula, dan Sahibul Menara lulus dengan hasil yang memuaskan. Pada hari perpisahan, semuanya saling berpelukan dan medoakan termasuk ustad dan adik – adik kela . Sekarang Alif, Atang dan Raja berkumpul di London, negara yang dulu mereka impikan, sedangkan Baso kuliah di Madinah karena hafalan Al-Qurannya, sehingga ia mendapat beasiswa kuliah di sana. Alhamdulillah semuanya berhasil dan mencapai cita-citanya karena pertolongan Allah, dukungan orang tua, kerja keras guru-guru, serta pepatah Arab yang membuat mereka terkesima “Man jadda wajadda, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil”.

--SELESAI--

             B.     Ikhtisar

Novel berjudul Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi menceritakan tentang seorang pemuda bernama Alif yang lahir di pinggir Danau Maninjau dan tidak pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Masa kecilnya adalah berburu durian runtuh di rimba Bukit Barisan, bermain bola di sawah berlumpur dan tentu mandi berkecipak di air biru Danau Maninjau.

            Tiba-tiba saja dia harus naik bus tiga hari tiga malam melintasi punggung Sumatera dan Jawa menuju sebuah desa di pelosok Jawa Timur. Ibunya ingin dia menjadi Buya Hamka walau Alif ingin menjadi Habibie. Dengan setengah hati dia mengikuti perintah Ibunya untuk belajar di pondok pesantren di daerah jawa.

            Di kelas hari pertamanya di Pondok Madani (PM), Alif terkesima dengan “mantera” sakti man jadda wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses.
Disana dia terheran-heran mendengar komentator sepakbola berbahasa Arab, anak menggigau dalam bahasa Inggris, merinding mendengar ribuan orang melagukan Syair Abu Nawas dan terkesan melihat pondoknya setiap pagi seperti melayang di udara.

            Dipersatukan oleh hukuman jewer berantai, Alif berteman dekat dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa. Di bawah menara masjid yang menjulang, mereka berenam kerap menunggu maghrib sambil menatap awan lembayung yang berarak pulang ke ufuk. Di mata belia mereka, awan-awan itu menjelma menjadi negara dan benua impian masing-masing. Kemana impian jiwa muda ini membawa mereka? Mereka tidak tahu. Yang mereka tahu adalah jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah gadis pecinta semesta

Debat

Keresahanku